Cetak
Dilihat: 1760

Evaluasi penyelesaian perkara dalam aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Tahun 2019 telah diumumkan oleh Direktorat Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung RI melalui surat Dirjen Badilum MA. RI. DR. Prim Haryadi, SH.MH pada hari Selasa , Tanggal 7 Januari 2020 sebagaimana tayang dalam laman resmi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI.  (https://badilum.mahkamahagung.go.id/berita/pengumuman-surat-dinas/2885-penilaian-implementasi-sipp-semester-ii-tahun-2019.html)


Hasil Evalusi terhadap 382 Pengadilan Negeri (PN) seluruh Indonesia tersebut membagi klasifikasi perankingan dalam beberapa kelas, silakan baca pada link tersebut.
Bila urutan dengan jumlah poin tertinggi secara nasional disusun secara bebas tanpa melihat kategori kelas maka   PN  Semarapura berada diurutan pertama dengan nilai 993.23 poin. Kemudian disusul urutan kedua diraih PN Gunung Sugih kelas II dengan dengan  nilai 992.01 poin dan urutan ketiga diduduki oleh PN Pangkalpinang yang meraih nilai 991.65 poin.
Dalam pengumuman evaluasi SIPP terhadap 382 pengadikan negeri seIndonesia itu juga ditayangkan poin-poin terendah yang diraih oleh beberapa pengadilan negeri.
Tulisan ini adalah review kinerja penyelesaian perkara di pengadilan dan hasil yang tercermin pencapaian poin-poin tersebut sebagai bagian  dari kerja professional  aparat pengadilan negeri seluruh Indonesia selama Tahun 2019.
Tugas Utama (Core Buissnes) Pengadilan dimanapun keberadaannya di planet ini adalah penyelesaian perkara.  Menyelesaikan perkara artinya menerima, memeriksa dan memutus berkas perkara.
Jika mengukur keadilan dalam kaitan subtansi berat ringan hukuman atau benar tidaknya suatu perbuatan dalam penentuan hak maka ukurannya bisa relatif. Buat terdakwa hukuman ringan dianggap sudah adil tapi bagi korban bisa saja putusan itu dinilai kurang adil. Bagi Penggugat sudah sangat adil karena hakim menerima gugatan tapi bagi tergugat menilai putusan hakim ngawur karena tidak mempertimbangkan fakta dan bukti dari versinya secara maksimal.

Bisa anda bayangkan jika petugas penilai Zona Integritas (ZI) dari KemenpanRI datang melakukan survey kepada korban yang mana pengadilan menghukum terdakwa ringan atau Petugas BPS yang diperbantukan oleh KemenpanRB melakukan survey kepuasan pelanggan, datang kepada tergugat yang dikalahkan oleh pengadilan untuk mengambil sampel kepuasan. Maka bisa dipastikan pengadilan tersebut mendapat nilai ambyar. Karena data yang masuk kepada surveyor adalah ketidakpuasan. Jadi jika ukuran adil adalah usaha pengadilan memuaskan semua pihak maka sia-sia usaha itu karena mustahil semua pihak dipuaskan hasrat keadilannya. (Penting buat para penilai ZI dari instansi KemenpanRB itu untuk diberitahu cara pengadilan bekerja. Sehingga tidak disamakan seperti instansi Kantor Samsat yang mengurusi pelayanan publik pembuatan SIM dan Kantor Catatan Sipil dalam Pelayanan pembuatan Kartu Keluarga dan KTP).

Mengukur kepuasan pelayanan pengadilan adalah menilai bagaimana cara aparatur pengadilan dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara. Dalam pelayanan core buisness pengadilan itu tidak ditolerir pengadilan menerima hal-hal yang koruptif. Hal itu sudah disepakati dan  ditaati oleh seluruh aparat pengadilan di Indonesia. Jika ada satu dua praktik koruptif ditemukan di satu pengadilan tentu jangan cepat menyimpulkan hal tersebut berlaku disemua pengadilan. Karena sistem yang bagun oleh Mahkamah Agung dan jajaran peradilan dibawahnya mencegah praktik koruptif. Ini bukan argumen, ini adalah  pembelaan.

Mengukur kepuasan pelayanan di Pengadilan adalah menilai kinerja  profesionalisme aparat pengadilan yakni Ketua, Wakil Ketua pengadilan, hakim, Panitera, Panitera Pengganti (PP), Juru Sita, Juru sita Pengganti dan  jajaran aparat kesekretariatan pengadilan didalamnya.

Mahkamah Agung sudah sejak Tahun 2012 lalu menerapkan aplikasi canggih terkait data informasi penanganan perkara. Saat itu masih bernama Case Track System (CTS) sebelum kemudian pada tahun-tahun berikutnya dilakukan penyempurnaan dan kini akrab dikenal dengan aplikasi Sistem informasi penelusuran perkara (SIPP). Inilah mahakarya Mahkamah Agung diera teknologi digital berbasis data informasi. Mahakarya ini lahir dan dibesarkan di Zaman Ketua Mahkamah Agung Prof Dr. H.Mohamad Hatta Ali, SH.MH . Revolusi pengadilan menuju teknologi modern berbasis IT kongkritnya dimulai dari sini. Setelah rilis SIPP kemudian MA menelurkan e-Court yg didalamnya terdapat e-Litigasi. Aplikasi e-Court disupport oleh basis data teknologi SIPP. Melalui  SIPP juga lahir e-delegasi serta aplikasi MIS SIPP.  Semua terhubung dalam satu data besar perkara dalam aplikasi SIPP.

SIPP yang selalu update dengan teknologi koneksi internet  ini dibuat untuk mengukur dan mengatur profesionalisme aparatur pengadilan dalam menginput data perkara, proses persidangan, putusan bahkan sampai informasi data suatu perkara dalam proses upaya hukum hingga putusan berkekuatan hukum tetap. Informasi dalam SIPP dapat diakses oleh masyarakat umum untuk mengetahui proses persidangan suatu perkara.

Pimpinan Mahakamah Agung dan Pimpinan Pengadilan Tinggi hanya dengan menjentikan jarinya dapat memantau dan melucuti apakah jajaran aparat suatu pengadilan dibawahnya sudah atau belum melaksanakan tugas core buisnessnya dengan maksimal. Sesungguhnya dalam SIPP itu akan terefleksi  nilai akuntabilitas Kinerja, kedisiplinan pegawai,  pengukuran kinerja individu dan keterbukaan informasi publik  yang sering dipakai dalam penilaian ZI itu.

Aplikasi SIPP milik Mahkamah Agung ini tidak dimiliki oleh lembaga hukum lain di negeri ini. Mohon maaf bukan saya berlebihan mengklaim, sampai saat ini Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Pemasyarakatan belum memiliki aplikasi modern sejenis untuk menyatukan data detil kinerja terkini jajarannya dibawahnya.

Hebatnya aplikasi ini seluruhnya dimiliki dan diterapkan oleh seluruh badan peradilan di Indonesia termasuk diterapkan di 382 pengadilan negeri seluruh Indonesia. Canggihnya aplikasi ini bukan saja mampu melucuti ketidakbecusan tapi juga sekaligus memproyeksikan kehebatan aparatur pengadilan dalam bekerja menyelesaikan perkara.

Maka bila ada pihak dari pemerintah misalnya KemenpanRB bertanya adakah peradilan memiliki aplikasi berbasis teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat secara langsung? Tidak usah cari yang lain, inilah jawabannya aplikasi SIPP adalah mahakarya agung teknologi aplikatif milik MA dan jajaran dibawahnya.

CARA KERJA SIPP

SIPP memetakan ukuran profesionalisme itu dalam peniaian 4 elemen yaitu Kinerja, Kepatuhan, Kelengkapan dan Kesesuaian.



Elemen pertama adalah kinerja. Kinerja adalah seberapa banyak perkara yang masuk pada suatu pengadilan dalam setahun dan seberapa banyak perkara yang  masuk tersebut diputus hakim dalam satu tahun itu (jumlah rasio penangan perkara). Bayangkan suatu pengadilan menerima 1000 perkara dalam satu tahun maka 1000 perkara itu harus diupayakan dengan serius di putus pada tahun tersebut dan detil aktivitas penyelesaian perkara ini akan terekam dalam SIPP. Perlu dicatat jika pengadilan negeri setahun itu menerima 1000 perkara maka harus pula singkron dengan penyerapan anggaran 01 Mahkamah Agung dan anggaran 03 Direktorat Badan Peradilan Umum yang sudah disediakan untuk itu. Habiskan uangnya! jika tidak becus menghabiskan uang dengan pertanggungjawaban sesuai dengan kinerja penyelesaian perkara maka pengadilan itu tidak profesional. Menghabiskan uang yang telah disediakan saja tidak mampu. Shame on you!

Lalu elemen kedua adalah Kepatuhan. Pengertian  Kepatuhan adalah terkait kedisiplinan aparat hakim dan panitera pengganti dalam menginput setiap tahapan  dan detil penerimaan, pemeriksaan persidangan termasuk penundaan waktu persidangan hingga putusan. Jika satu orang hakim dan satu orang Panitera Pengganti (PP) sehari menyidangkan perkara 10 berkas maka 10 berkas perkara itu harus diperiksa dan diinput data persidangan dan penundaannya.  Hakim dan PP dipersidangan harus konsentrasi membuktikan perkara lalu data keterangan saksi dicatat. Jika saksi 3 orang maka saksi itu didengar, ditanya dan dicatat keterangannya. Usai sidang PP pada hari itu juga harus patuh dalam input SIPP pada kolom nama saksi-saksi, kolom edoc Berita Acara Sidang,  kolom penundaan hari sidang. Ini baru 1  perkara jika 10 perkara maka 10 kali PP mengulang penginputan dengan data perkara yang berbeda dalam sehari. Jika salah atau terlambat input maka akan berkurang poin penilaian kepatuhan.  Pada elemen Kepatuhan ini masih banyak detil pengisian lainnya seperti penginputan  permohonan banding, kasasi, PK dan berikut ketepatan waktu pengiriman berkasnya.

Adapun pengertian elemen  ketiga yakni kelengkapan dalah terkait dengan penginputan data-data dokumen persidangan yang dapat dilihat dan diakses oleh para pihak dan umum pada suatu perkara berjalan. Jika hari itu perkara pada tahap putusan maka pada yang hari itu juga dokumen putusan sudah siap dibacakan dan langsung diiput dalam aplikasi SIPP sehingga data putusan tersebut keesokan harinya sudah bisa dibaca oleh khalayak umum.  Jika sampai tahapan persidangan putusan maka PP harus menginput dokumen putusan bersamaan dengan dokumen berita acara persidangan. PP tersebut kebetulan pula bersidang 10 perkara hari itu sehingga harus menginput 10 berita acara persidangan. Masih banyak terlihat pada kantor pengadilan negeri dengan beban jumlah perkara banyak pada waktu jam kerja telah habis tetapi masih terlihat keriuhan PP yang sibuk berpindah tempat sidang mengikuti majelis hakim bersidang diruang sidang lain. Sungguh melelahkan. Gaess berat jadi PP itu, dan besar tanggungjawab hakim itu. Menambah beban pekerjaan mereka diluar tanggungjawab kerja yudisialnya kadang saya tidak tega (tapi sudahlah gaji mereka kan sudah besar, demikian kawan berbisik). Oya, dalam penilaian elemen kelengkapan ini masih ada lagi detil penginputan yang harus cermati semisal data diversi, data lapor mediasi dan nilai sengketa.

Sedangkan elemen keempat adalah kesesuaian yakni terkait dengan sinkronisasi waktu antara Kepatuhan penginputan dan Kelengkapan data yang telah diinput. PP menginput jadwal sidang tuntutan misalnya pada hari senin akan tetapi dokumen surat tuntutan baru diinputnya  pada hari selasa maka poin penilaian kinerjanya otomatis tidak sesuai. Data tanggal putusan  dan tanggal sidang terakhir harus singkron. Jika tidak singkron otomatis sistem dalam SIPP akan mengurangi nilai kesesuaian kinerja pengadilan tersebut. Hebat bukan aplikasi SIPP ini.

Semua data statistik angka, jumlah, tahapan, nama terdakwa, nama hakim, nama panitera pengganti, nama ketua pengadilan, kasus posisi, jam, menit perdetik, detil proses hingga manifest evidence semua tergambar dalam SIPP. Jika Ketua Mahkamah Agung atau Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum ingin memantau berapa lama penyelesaian suatu perkara pidana atau perdata di suatu pengadilan negeri dalam sekejap tersaji data SIPP di depan mata. Memantau masa penahanan bagi terdakwa yang akan habis, soal ketepatan juru sita dalam memanggil para pihak, kapan terdakwa mulai diperiksa di ruang persidangan, bagaimana kepatuhan pelaksanaan panggilan delegasi,  berapa lama jaksa penuntut umum mengahadirkan saksi, barang bukti hingga isi keterangan saksi serta jenis barang bukti dipersidangan semua tergambar dalam SIPP. Pimpinan Mahkamah Agung sampai masyarakat pencari keadilan juga bisa mengetahui kapan penundaan hari sidang, apa alasan tergugat  tidak hadir,  kapan hari Jaksa menuntut dan kapan waktunya hakim memutus. Bahkan setelah berkas perkara diputus hakim dan panitera pengganti serta ketua pengadilannya masih memikirkan proses administrasi perkara jika terdakwa  terdakwa Banding, kasasi atau PK dalam detil ukuran waktu. Ini baru sebagian kecil saja dari detil-detil administratif dalam penyelesaian perkara di SIPP. Masih banyak detil-detil lainnya.



Sampai disini anda bisa mafhum jika kerja hakim dan PP itu dalam penyelesaian perkara sungguh berat dan ini jauh lebih berat ketimbang petugas Samsat yang menerbitkan SIM dan petugas Catatan Sipil yang memberi pelayanan publik pembuatan KTP. Basis pelayanan di Pengadilan itu berbeda dengan dengan 2 kantor pelayanan itu. Jika Pengadilan melayani pembuatan surat keterangan maka jenis pelayanan ini hanya pelayanan kecil saja dan itupun sudah dilayani pula dengan teknologi aplikasi "e-Raterang" banyarnya cukup Rp. 10.000,- saja.

Aplikasi SIPP sampai dengan versi terkini 3.3.0-1 ini sudah tidak lagi bisa diakali. Mengakalinya dalam pikiran saja saya tidak sanggup apalagi mengakalinya secara praktis data-data didalamnya. Mengatakan bahwa data-data dalam SIPP tidak valid sama saja mengatakan bahwa mahakarya canggih dari Mahkamah Agung tersebut tidak berguna. Berani?

EVALUASI & APRESIASI

Evaluasi kinerja aparat pengadilan yang tergambar dalam SIPP itu berkaitan dengan disiplin pengelolaan administratif perkara adalah sangat penting. Disiplin administrasi penyelesaian perkara dipersidangan perkara adalah cermin kedisiplinan aparatur didalamnya. Kedisiplinan dalam penginputan data adalah cermin profesionalisme aparat yang pada akhirnya akan bermuara pada penggalian kebenaran dan keadilan. SIPP tidak mentolelir praktik maladministrasi. Seluruh Pengadilan Negeri kini sudah terakreditasi dalam program Ditjen Badilum lalu Akreditasi Penjaminan Mutu. Yang mana pengadikan negeri memiliki banyak sekali manifest Standar Operasional Prosedur (SOP)  dan hebatnya didalam SIPP semua SOP itu terejawantah.

Apa artinya 3 besar dari masing-masing PN yang berhasil mencapai poin SIPP tertinggi dari masing-masing level kategori jumlah perkara tersebut? Artinya PN tersebut adalah PN-PN yang telah bekerja keras berhasil melaksanakan tugas utamanya yakni menerima, memeriksa dan memutus perkara dengan sangat baik dan profesional. 

Saya mengucapkan salute dan selamat kepada PN –PN peraih Ranking tertinggi dikelasnya. Buat PN-PN peraih nilai lebih dari 990 poin ini menunjukan bahwa perkara di PN-PN tersebut  hanya tersisa belasan saja di tahun 2019. Ini juga menunjukan di PN-PN tersebut ratusan perkara yang diterima, diperiksa dan diputus meraih nilai kepatuhan, kelengkapan dan kesesuaian yang nyaris sempurna. Itu pasti karena kinerja Ketua Pengadilan Negeri, Wakil Ketua Pengadilan Negeri, Jajaran Hakim, Kepaniteraan, Kejurusitaan dan kesekretariatan PN-PN tersebut sangat baik.

Membaca daftar hasil evaluasi implementasi pada pengadilan tingkat pertama tahun 2019 pada Surat Dirjen Badilum di Laman Direktorat Badan Peradilan Umum MA RI itu juga dapat terlihat bagaimana  kinerja profesionalisme 382 PN-PN se-Indonesia  terutama nilai PN-PN besar di kota besar yang masih dibawah standar bahkan jauh dibawah poin 900 yang merupakan ukuran standar poin bintang lima sebagai tanda kinerja yang maksimal.

Dari Rilis Poin SIPP Direktorat Badilum MA.
RI itu menunjukan memang bukan hal mudah untuk menyelesaikan perkara dengan ukuran kinerja, kepatuhan, kelengkapan dan Kesesuaian yang tinggi. Terlihat poin-poin SIPP di beberapa pengadilan kota besar seperti Jakarta, Medan, Makassar berada dalam poin yang rendah. Dibutuhkan kerjasama tim yang baik. Dibutuhkan kemampuan mendistribusikan jumlah perkara pada jumlah hakim dan Panitera Pengganti yang ada. Dibutuhkan kepemimpinan untuk meyakinkan timnya agar tumbuh kesungguhan aparat hakim dan PP didalamnya. Perlu adanya upaya pemahaman terus menerus tentang pentingnya penyelesaian perkara dengan penginputan data di SIPP secara disiplin. Jika alasan jumlah perkara sebagai hambatan maka  penambahan jumlah hakim dan jumlah PP di pengadilan kota-kota besar itu adalah keniscayaan. Maka sudah sepantasnya memutasi para hakim-hakim dan PP-PP hebat yang saat ini berada di pengadilan daerah yang memiliki poin tertinggi dalam SIPP adalah suatu kepantasan. 

Untuk Pengadilan-Pengadilan dengan poin SIPP rendah jangan bekecil hati masih ada kesempatan tahun 2020 untuk membuktikan kedisiplinan dan profesionalisme.
Kepada jajaran aparat pengadilan yang meraih ranking tertinggi di masing-masing kelasnya saya ucapkan selamat.  Kerja keras kalian  tidak bisa dibohongi selama setahun, terlihat jelas dalam evaluasi SIPP. Kalian luarbiasa. (SA_2020)

DATA RANGKING SELAHKAN KLIK DI SINI